PENEGAK HUKUM HARUS TELITI DALAM MENANGANI KASUS PEMBUNUHAN
Nama :Sahat Ojak Pardamean Lubis
Nim : 2174201011
Kelas : F Semester 2
Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning
Berita : Opini.
PENEGAK HUKUM HARUS TELITI DALAM MENANGANI KASUS PEMBUNUHAN
Portalriau.com- Pekanbaru - Pembunuhan adalah suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang melanggar hukum, maupun yang tidak melawan hukum.
Pembunuhan biasanya dilatarbelakangi oleh bermacam-macam motif, misalnya politik, kecemburuan, dendam, membela diri, dan sebagainya.
Pembunuhan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Yang paling umum adalah dengan menggunakan senjata api atau senjata tajam. Pembunuhan dapat juga dapat dilakukan dengan menggunakan bahan peledak, seperti bom.
Pembunuhan ada 3 macam, yaitu:
1. Membunuh dengan sengaja
2. Membunuh seperti disengaja
3. Membunuh tidak disengaja
Membunuh dengan sengaja adalah pembunuhan yang telah direncanakan dengan memakai alat yang biasanya mematikan. Dikatakan seseorang membunuh dengan sengaja apabila pembunuh tersebut:
• Baligh (Dewasa).
• Mempunyai niat/rencana untuk membunuh.
• memakai alat yang mematikan.
Pembunuhan dengan sengaja antara lain dengan membacok korban, menembak dengan senjata api, memukul dengan benda keras, menggilas dengan mobil, mengalirkan listrik ke tubuh korban dan sebagainya
Membunuh seperti disengaja yaitu pembunuhan yang terjadi sengaja dilakukan oleh seorang mukalaf dengan alat yang biasanya tidak mematikan. Perbuatan ini tidak diniatkan untuk membunuh, atau mungkin hanya bermain-bermain. Misalnya dengan sengaja memukul orang lain dengan cambuk ringan atau dengan mistar, akan tetapi yang terkena pukul kemudian meninggal.
Membunuh tersalah (tidak sengaja) yaitu pembunuhan karena kesalahan atau keliru semata-mata, tanpa direncanakan dan tanpa maksud sama sekali. Misalnya seseorang melempar batu atau menembak burung, akan tetapi terkena orang kemudian meninggal.
Membunuh adalah perbuatan yang dilarang dalam agama Islam, karena Islam menghormati dan melindungi hak hidup setiap manusia. Allah berfirman dalam Surah Al-Isra’:33 yang artinya
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu alasan yang benar”
Dalam ajaran agama Katolik, larangan untuk membunuh ditemukan dalam Sepuluh Perintah Allah kelima, “Jangan Membunuh”. Dalam Gereja Katolik, implikasinya luas, termasuk juga larangan untuk membunuh kandungan aborsi, euthanasia, dan bunuh diri, terkecuali pembunuhan karena membela diri terhadap serangan orang lain. Dalam konteks yang lebih luas, perintah “jangan membunuh” ini diserukan untuk menghindari perang selama dimungkinkan, untuk mencegah pertumpahan darah yang besar.
Pembunuhan diatur dalam Pasal 338 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut: “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima lima belas tahun”.
Komnas Perempuan menyoroti kasus pembunuhan seorang perempuan DN (27) yang diduga didasari motif cinta segitiga. DN disebut dibunuh oleh istri dari pria yang dipacarinya, lantaran cemburu atas perselingkuhan itu.
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengatakan penegak hukum harus lebih memahami faktor-faktor terjadinya pembunuhan yang dilakukan NU (36).
“Aparat penegak hukum harus menggali dan memahami faktor-faktor penyebab terjadinya pembunuhan, termasuk bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh perempuan yang berhadapan dengan hukum (PBH) atau tersangka tersebut,” kata Siti kepada wartawan, Jumat (20/5/2022).
Juga konstruksi sosial yang membangun nilai bahwa perempuan lain sebagai kompetitor tanpa menilai akar masalahnya pada lelaki (suami),” lanjut dia.
Menurut dia, sebagai perempuan yang berhadapan dengan hukum, NU berhak atas hak-haknya sebagai tersangka, di antaranya hak atas bantuan hukum yang berkualitas. Berkualitas yang dimaksud yaitu advokat yang mendampingi telah memiliki perspektif gender.
Selain itu, ia juga tetap meminta tersangka tetap mendapat halnya mendapat pemulihan psikis.
Siti menekankan, bahwa dalam kasus ini, perselingkuhan ini terjadi lantaran ketidaksetiaan suami, bukan difokuskan pada perempuan lainnya atau korban.
“Yang tak kalah penting bahwa perselingkuhan terjadi karena ketidaksetiaan suami, bukan perempuan lain,” tegasnya.
Ia pun menyarankan, jika ada perempuan yang mengalami keadaan serupa, ia berharap perempuan tersebut dapat melaporkannya ke kepolisian.
Jika suami selingkuh, hal yang dapat dilakukan adalah mengadukan suami ke kepolisian baik dengan tuduhan kekerasan dalam rumah tangga psikis, atau perzinahan,” kata dia.
Selain ke ranah hukum, ia juga menyarankan permasalahan dapat diselesaikan secara musyawarah antarkeluarga besar.
Upaya bermusyawarah dengan keluarga besar kedua belah pihak juga dapat menjadi alternatif untuk mencari jalan keluar dari perselingkuhan.
Dari kasus di atas dapat disimpulkan bahwa kasus pembunuhan yg terjadi, tidak seharusnya serta merta menyalahkan korban, karna Pria (suami) adalah akar masalah yg sebenarnya.
Saya sebagai mahasiswa fakultas hukum universitas lancang kuning, berharap kepada penegak hukum untuk lebih memperhatikan kasus kasus hukum yg terjadi, agar tidak serta merta menyalahkan satu pihak saja.***