PT CPI Wajib Bertanggung Jawab Kompensasi Pemulihan Lingkungan Hidup Kepada Martianus Sinurat
Provinsi Riau. (Portalriau.com) Perusahaan eksplorasi pengeboran minyak bumi di Bumi Lancang Kuning yakni salah satunya PT Chevron Pasific Indonesia (PT. CPI) menjelang masa transisi ke Pertamina Hulu Rokan (PHR) masih ada Sengketa kepada masyarakat dampak pencemaran lingkungan dari pengeboran minyak bumi yang belum terselesaikan.
Menurut amanat dalam Pasal 28H Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia.
Dan dalam pertimbangan UU 32 Tahun 2009 tentang PPLH bahwa agar lebih menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem, perlu dilakukan pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Salah satu masyarakat yang Tanahnya terkontaminasi limbah B3 PT CPI seluas lebih kurang 3 Ha Martianus Sinurat menjelaskan melalau pesan singkat (Whatsapp,01/06/2021) bahwa kita menuntut kepada PT.CPI menyelesaiakan Pemulihan Lingkungan sebelum alih kelola ke PHR (Pertamina Hulu Rokan).
Lokasi Tanah saya yang tercemar ada di Desa Boncah Mahang Kecamatan Bathin Solapan Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau dan atau menurut pihak PT.CPI lokasi tanah saya berdekatan dengan Sumur Minyak dengan kode KL.47. (Kulin 47). ujarnya
Tanah saya tersebut sudah berulang ulang dilakukan Delinasi dan sudah ada Peta Kerja, namun sampai mau akhir alih kelola dari PT.CPI ke PHR belum ada tindaklanjut Pembayaran Kompensasi atau Ganti Rugi dari pihak PT.CPI guna dilakukan Pemulihan Lingkungan Hidup.
Dapat saya tegaskan batas sepadan saya dengan kode KL.47 sudah dilakukan pembayaran ganti rugi pada November 2020. Artinya KL.47 sudah masuk dalam program kerja Pemulihan Lingkungan Hidup yang telah disetujui oleh SKK Migas dan KLHK. Pihak PT.CPI harus ada etikat baik untuk menyelesaikan KL.47 sebelum bulan tanggal 8 Agustus 2021.
Dalam klaim saya di KL.47 pihak PT.CPI tidak bisa bermain api atau bertindak setengah hati. Saya Paham Regulasi Lingkungan hidup, kita akan kejar PT.CPI walau sudah alih kelola sebab kita sudah sangat paham dan sama tahu karena sudah berurusan dilahan saya di KL.57. Maka dalam Rapat tanggal 31 Maret 2021 di Kantor DLHK Propinsi Riau kita sudah desak pihak CPI untuk menyelesaikan KL.47 agar dibuat skala prioritas pemulihan TTM (Tanah Terkontaminasi Migas).
Pertimbangan saya mendesak KL.47 harus diselesaikan segera adalah Pertama bahwa lahan itu sudah selesai di Delinasi, Kedua sudah ada batas sepadan yang sudah dibayar, Ketiga serta sudah ada Peta Kerja Pemulihan Lingkungan Hidup, ke empat lahan KL.47 itu berbatasan langsung dengan Sungai dan dekat dengan pemukiman penduduk. Artinya KL.47 sudah masuk dalam RPFLH (Rencana Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup) yang telah disetujui oleh SKK MIgas dan KLHK. Kenapa tidak dilakukan Pemulihan Lingkungan, ada apa ini ?. sebab Peta kerjanya sudah ada, kalau ada penambahan luas kan tinggal membuat Berita Acara Situasional dilapangan. Berita Acara Situasional biasa kok dilakun piahk CPI, seperti di KL.57 dan KL.51 dimana lahan itu masih satu hamparan dengan lahan saya di KL.47.
Pesan saya (Martianus Sinurat) kepada pihak CPI untuk segera melakukan Pemulihan Lingkungan Hidup di KL.47 dan berharap kepada SKK MIgas dan KLHK untuk melakukan Pengawasan dan Pengendalian Kebijakan untuk segera mendesak PT.CPI melakuan pemulihan lingkungan. tandasnya.
Di waktu hari terpisah Dwiyana " secara garis besar ada dua kerugian, yaitu kerugian lingkungan hidup dan kerugian masyarakat. Masyarakat terdampak limbah B3 PT CPI mengalami kerugian secara material dan imaterial, seperti kerugian hilangnya kesempatan berusaha dan hilangnya keuntungan usaha, hilang kenikmatan hidup, kekhawatiran, dan tentunya hilangnya hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang berimplikasi terlanggarnya HAM masyarakat tersebut.
PT Chevron mempunyai tanggung jawab mutlak melakukan pemulihan fungsi LH dan harus mengganti kerugian lingkungan hidup dan kerugian masyarakat yang terdampak sebelum kontraknya habis di Blok Rokan pada bulan Agustus 2021. Karena ini merupakan kasus pencemaran limbah B3. Jadi harus segera dilakukan pemulihan untuk mencegah meluasnya dampak negatif pada manusia dan lingkungan. Kemudian ganti rugi lingkungan dan masyarakat itu dilakukan seketika sejak pencemaran itu diketahui. Faktanya sdh lebih 15 tahun PT CPI mengetahui limbahnya menimbulkan pencemaran, tapi tidak segera melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Sebagai fasilitator atau mediator, DLHK Riau turut melayangkan surat Nomor.: 490/PPLHK/373 tanggal 20 Januari 2021 kepada penanggung jawab PT CPI dan Kepala Divisi Operasi Penunjang Keselamatan Migas, SKK Migas.
Pertama, saat ini masih banyak sengketa lingkungan hidup yang belum selesai, sehingga akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, selain itu akan minimbulkan sikap, persepsi dan keresahan di masyarakat yang lahan usahanya terkena dampak yang cukup lama dari kegiatan pertambangan minyak bumi di Provinsi Riau.
Kedua, Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) PT Chevron Pacific Indonesia di Blok Rokan Provinsi Riau akan segera berakhir dan diperkirakan sengketa lingkungan hidup yang ada saat ini serta kegiatan pemulihan lahan terkontaminasi minyak bumi di lahan masyarakat belum selesai dilaksanakan, maka diperlukan upaya untuk mengantisipasi keresahan yang timbul di masyarakat dan mencegah meluasnya dampak negatif terhadap lingkungan dan atau masyarakat yang terkena dampak.
Ketiga, berdasarkan Pasal 4 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: 03 Tahun 2013 tentang Audit lingkungan Hidup, bahwa Audit lingkungan Hidup terdiri atas: a. Audit Lingkungan hidup yang bersifat sukarela; dan b. Audit lingkungan hidup yang diwajibkan.
Atas pertimbangan tersebut, pihak DLHK Riau menyarankan agar dilaksanakan Audit lingkungan Hidup yang bersifat sukarela dengan ruang lingkup khusus meliputi lokasi-lokasi lahan masyarakat terutama di Kabupaten Siak, Bengkalis dan Rokan Hilir, sehingga penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak menimbulkan gejolak di masyarakat dan mengalami stagnasi di masa ali kelola antara PT Chevron Pacific Indonesia dan PT Pertamina Hulu Rokan.
Pihak DLHK juga meminta agar pelaksanaan Audit Lingkungan dilaksanakan oleh Lembaga Penyedia Jasa Audit Lingkungan Hidup yang memiliki registrasi kompetensi yang masih berlaku.
Selanjutnya, memberi rekomendasi Audit Lingkungan Hidup sukarela tersebut digunakan sebagai bahan evaluasi dan menyusun strategi menyelesaikan sengketa lingkungan hidup yang ada secara tepat dan komprehensif oleh PT. Chevron Pacific Indonesia maupun oleh PT. Pertamina Hulu Rokan.
Menentukan rencana tindakan tertentu dan atau rencana pemulihan fungsi lingkungan hidup di setiap lahan masyarakat yang terkontaminasi minyak bumi berdasarkan skala prioritas analisisis resiko atas keberadaan lahan masyarakat yang terkontaminasi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Hal ini sesuai hasil audit lingkungan hidup tersebut sebagai basis data yang akan digunakan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau selaku fasilitator dan atau mediator untuk memastikan objek dan subyek serta kedudukan hukum/legal standing para pihak dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan; untuk memantau pelaksanaan kesepakatan penyelesaian sengketa lingkungan hidup.
Disamping itu sebagai salah satu panduan agar tidak terjadi duplikasi baik objek dan subyek dalam pengelolaan pengaduan / sengketa lingkungan hidup dimasa yang akan datang.
Kelima, rencana Audit Lingkungan Hidup yang bersifat sukarela tersebut agar dikoordinasikan dan mendapat persetujuan dari Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau terlebih dahulu. (Erizal)